Rabu, 29 April 2015

makalah Trikomoniasis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Trikomoniasis pada saluran urogenital dapat menyebabkan vaginitis dan sistitis. Walaupun sebagian besar tanpa gejala, akan tetapi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang tidak kurang pentingnya, misalnya perasaan dispareunia, kesukaran melakukan hubungan seksual yang dapat menimbulkan ketidakserasian dalam keluarga.(1)
Penularan umumnya melalui hubungan kelamin tetapi dapat juga melalui pakaian, handuk, atau karena berenang. Oleh karena itu trikomoniasis ini terutama ditemukan pada orang dengan aktivitas seksual tinggi, tetapi dapat juga ditemukan pada bayi dan penderita setelah menopause. Trikomoniasis terdapat baik pada wanita maupun pria, namun penderita wanita lebih banyak dibandingkan pria. Pada pria dapat menyebabkan uretritis dan prostatitis yang kira-kira merupakan 15% kasus uretritis nongonore.(1,2)
Angka kejadian di Amerika Serikat sekitar 7.4 juta kasus baru setiap tahun. Angka pastinya sukar didapat karena kebanyakan kasus ini tidak dilaporkan atau tidak terdiagnosis. Secara global, WHO memperkirakan terdapat sekitar 180 juta kasus baru tiap tahunnya di seluruh dunia. Sementara angka prevalensinya bervariasi dari 5% pada klien klinik KB sampai 75% pada pekerja seks. Trikomoniasis memiliki angka infeksi gabungan yang cukup tinggi dengan penyakit menular lain, seperti dengan gonore, yang diketahui berhubungan secara signifikan dengan infeksi trikomoniasis.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1          Apa yang dimaksud dengan Trikomoniasis?
1.2.2          Bagaimana Etiologi penyakit Trikomoniasis?
1.2.3          Bagaimana Patogenesis Trikomoniasis?
1.2.4          Bagaimana Gejala Klinis Trikomoniasis?
1.2.5          Bagaimana Diagnosis Trikomoniasis?
1.2.6          Bagaimana Pemeriksaan Laboratorium?
1.2.7          Bagaimana Penatalaksaan Trikomoniasis?
1.2.8          Bagaimana Faktor Risiko penyakit Trikomoniasis?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Trikomoniasis
Trikomoniasis adalah salah satu tipe dari Vaginitis, merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, terutama sebagai Penyakit Menular Sexual (PMS) dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah yang dapat bersifat akut atau kronik dan pada wanita maupun pria, namun pada pria peranannya sebagai enyebab penyakit masih diragukan.

                Trikomoniasis adalah PMS yang dapat diobati yang paling banyak terjadi pada perempuan muda dan aktif seksual.  Diperkirakan, 5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan laki-laki.

1.2 Etiologi Trikomoniasis
Penyebab trikomoniasis ialah Trichomonas vaginalis yang merupakan satu-satunya spesies Trichomonas yang bersifat patogen pada manusia dan dapat dijumpai pada traktus urogenital.(4) Pertama kali ditemukan oleh Donne pada tahun 1836(1,4), dan untuk waktu yang lama sejak ditemukannya dianggap sebagai komensal.(4)
Trichomonas vaginalis merupakan flagelata berbentuk filiformis, berukuran 15-18 mikron, mempunyai 4 flagela, dan bergerak seperti gelombang.(1) Mempunyai membran undulans yang pendek, tidak mencapai dari setengah badannya. Pada sediaan basah mudah terlihat karena gerakan yang terhentak-hentak. Membentuk koloni trofozoit pada permukaan sel epitel vagina dan uretra pada wanita; uretra, kelenjar prostat dan vesikula seminalis pada pria.(4)
Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana pH 5-7,5. Pada suhu 50°C akan mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu 0°C dapat bertahan sampai 5 hari. Cepat mati bila mengering, terkena sinar matahari, dan terpapar air selama 35-40 menit.
Ada dua spesies lainnya yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu Trichomonas tenax yang hidup di rongga mulut dan Pentatrichomonas hominis yang hidup dalam kolon, yang pada umumnya tidak menimbulkan penyakit

2.3 Patogenesis
Trichomonas vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan subepitel. Masa tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut terdapat bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan subepitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman, dan benda lain yang terdapat dalam sekret.
2.4 Gejala Klinis Trikomoniasis
Trikomoniasis Pada Wanita
Gejala klinis trikomoniasis pada wanita tidak merupakan parameter diagnostik yang dapat dipercaya. Masa tunas sulit untuk dipastikan, tetapi diperkirakan berkisar antara 3-28 hari.(4)
Pada wanita sering tidak menunjukkan keluhan maupun gejala sama sekali. Bila ada keluhan biasanya berupa duh tubuh vaginal yang banyak dan berbau. Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal pada daerah kemaluan dan gejala keputihan.(4) Dari data-data yang dikumpulkan oleh Wolner-Hanssen (1989) dan Rein (1989) yang terdapat pada tabel 1, ternyata hanya 50-70% penderita yang mengeluh adanya duh tubuh vaginal, sehingga pernyataan bahwa trikomoniasis pada wanita harus selalu disertai duh tubuh vaginal merupakan hal yang tidak benar.
Tabel 1. Prevalensi keluhan dan gejala klinis penderita wanita dengan trikomoniasis.(4)
Keluhan dan gejala
Prevalensi (%)
Keluhan :
  1. Tidak ada
  2. Duh tubuh (discharge)
Berbau
Menimbulkan iritasi/gatal
  1. Dispareunia
  2. Disuria
  3. Perasaan tidak enak pada perut bawah
Gejala :
  1. Tidak ada
  2. Eritema vulva yang difus
  3. Duh tubuh berlebihan, kuning, hijau
berbusa
  1. Inflamasi dinding vagina
  2. Strawberry cervix
Pengamatan langsung
Pengamatan dengan kolposkop
9 – 56
50 – 75
10 – 67
23 – 82
10 – 50
30 – 50
5 – 12
˜ 15
10 – 37
5 – 42
8 – 50
20 – 75
1 – 2
˜ 45

Yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut maupun kronis.(1) Pada kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorous), dan berbusa.(1,4) Duh tubuh yang banyak sering menimbulkan keluhan gatal dan perih pada vulva serta kulit sekitarnya.(4) Dinding vagina dan labium tampak kemerahan dan sembab serta terasa nyeri.(1,4) Sedangkan pada vulva dan paha bagian atas kadang-kadang ditemukan abses-abses kecil dan maserasi yang disebabkan oleh fermen proteolitik dalam duh tubuh.(4) Kadang-kadang juga terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appearance, yang menurut Fouts et al, hal ini hanya ditemukan pada 2% kasus trikomoniasis.(4) Keluhan lain yang mungkin terjadi adalah dispareunia, perdarahan pascakoitus, dan perdarahan intermenstrual.(1,4) Bila sekret banyak yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis, Bartholinitis, skenitis, dan sistitis yang pada umumnya tanpa keluhan. Pada kasus yang kronik gejalanya lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.
Kadang-kadang reaksi radang sangat minimal sehingga duh tubuh sangat minimal pula, bahkan dapat tidak tampak sama sekali. Polakisuria dan disuria biasanya merupakan keluhan pertama pada infeksi traktus urinarius bagian bawah yang simptomatik. Dua puluh lima persen penderita mengalami infeksi pada uretra.(4)
Trikomoniasis Pada Pria
Seperti pada wanita spektrum klinik trikomoniasis pada pria sangat luas, mulai dari tanpa gejala sampai pada uretritis yang hebat dengan komplikasi prostatitis. Masa inkubasi biasanya tidak melebihi 10 hari.(4)
Pada laki-laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadang-kadang preputium, vesikula seminalis, dan epididimis. Pada umumnya gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut gejalanya mirip uretritis nongonore, misalnya disuria, poliuria, dan sekret uretra mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang-kadang ada benang-benang halus. Pada bentuk kronik gejalanya tidak khas; gatal pada uretra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari.
2.5 Diagnosis Trikomoniasis
Diagnosis kurang tepat bila hanya berdasarkan gambaran klinis, karena Trichomonas vaginalis dalam saluran urogenital tidak selalu menimbulkan gejala atau keluhan. Uretritis dan vaginitis dapat disebabkan bermacam-macam sebab, karena itu perlu diagnosis etiologik untuk menentukan penyebabnya.(1,4)
Diagnos is trikomoniasis ditegakkan setelah ditemukannya T. vaginalis pada sediaan langsung (sediaan basah) atau pada biakan duh tubuh penderita.(4)
Diagnosis pada pria menjadi lebih sulit lagi, karena infeksi ditandai oleh jumlah kuman yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan wanita. Uretritis non gonore (UNG) yang disebabkan oleh T. vaginalis tidak dapat dibedakan secara klinis dari UNG oleh penyebab yang lain.(4)
Respon terhadap pengobatan dapat menunjang diagnosis. UNG yang gagal diobati dengan rejimen yang efektif terhadap C. trachomatis dan U. urealyticum, namun respon terhadap pengobatan dengan metronidazol, menunjang diagnosis trikomoniasis.(4)
Untuk mendiagnosis trikomoniasis dapat dipakai beberapa cara, misalnya pemeriksaan mikroskopik sediaan basah, sediaan hapus, dan pembiakan. Sediaan basah dicampur dengan garam faal dan dapat dilihat pergerakan aktif parasit. Pada pembiakan dapat digunakan bermacam-macam pembenihan yang mengandung serum.



2.6 Pemeriksaan  Laboratotium
Cara pengambilan spesimen pada wanita, yaitu spesimen berupa hapusan forniks posterior dan anterior yang diambil dengan lidi kapas atau sengkelit steril. Hendaknya spekulum yang dipakai jangan memakai pelumas. Pada pria, spesimen yang diambil dengan mengerok (scraping) dinding uretra secara hari-hati dengan menggunakan sengkelit steril. Pengambilan spesimen sebaiknya dilakukan sebelum kencing pertama.(4)
Bila parasit tidak ditemukan, maka dilakukan pengambilan spesimen berupa sedimen dari 20 cc pertama urin pertama pagi-pagi. Spesimen tersebut, terutama yang diambil setelah masase prostat dapat menghasilkan 15% hasil positif pada kasus-kasus yang tidak terdiagnosis dengan pemeriksaan spesimen uretra. Pada spesimen tersebut dilakukan pemeriksaan.
Sediaan Langsung (Sediaan Basah)
Lidi kapas dicelupkan ke dalam 1 cc garam fisiologis, dikocok. Satu tetes larutan tersebut diteteskan pada gelas objek, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Spesimen pada ujung sengkelit dimasukkan pada satu tetes garam fisiologis yang telah diletakkan pada kaca objek.
Sebelum diamati sediaan dipanaskan sebentar dengan hati-hati, untuk meningkatkan pergerakan T. vaginalis. Pada pemeriksaan diperhatikan pula jumlah leukosit.
Sediaan Tidak Langsung
Bila pada sediaan langsung tidak ditemukan kuman penyebab, maka dilakukan biakan pada media Feinberg atau Kupferberg. Biakan diperlukan pada pemeriksaan kasus-kasus asimtomatik. Enam puluh persen spesimen yang diambil dari uretra pria dengan trikomoniasis akan menghasilkan biakan positif.
Dikemukan bahwa hasil positif pada pemeriksaan sediaan basah pada wanita berkisar antara 40-80%, sedangkan biakan berkisar antara 95%. Biakan 10-15% lebih sensitif dari sediaan basah. Berdasarkan hal tersebut biakan masih tetap merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk menunjang diagnosis trikomoniasis.



Tabel 2. Prevalensi hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita trikomoniasis.
Jenis pemeriksaan
Prevalensi (%)
pH > 4,5
Sniff test positif
Sediaan basah
Leukosit meningkat
Trichomonas dengan pergerakan khas
Fluorescent antibody
Pengecatan
Gram
Acridine orange
Giemsa
Pap smear
66 – 91
˜ 75
˜ 75
40 – 80
89 – 90
< 1
˜ 60
˜ 50
56 – 70

2.7 Penatalaksanaan Pegobatan Trikomuniasis
Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik.(1) Pengobatan trikomoniasis harus diberikan kepada penderita yang menunjukkan gejala maupun yang tidak.(4)
Topikal
*      Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidrogen peroksida 1-2% dan larutan asam laktat 4%.
*      Bahan berupa supositoria, bubuk yang bersifat trikomoniasidal.
*      Jel dan krim, yang berisi zat trikomoniasidal.

Sistemik (oral)
Obat yang sering digunakan tergolong derivat nitromidazol seperti:
*      Metronidazol : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg/hari, selama 7 hari.
*      Nimorazol : dosis tunggal 2 gram.
*      Tinidazol : dosis tunggal 2 gram.
*      Omidazol : dosis tunggal 1,5 gram.
Penderita dinyatakan sembuh bila keluhan dan gejala telah menghilang, serta parasit tidak ditemukan lagi pada pemeriksaan sediaan langsung.
Pada waktu pengobatan perlu beberapa anjuran pada penderita:
Pengobatan Pada Kehamilan
Kehamilan pada trimester pertama merupakan kontra indikasi pemberian metronidazol. Sehubungan telah banyak bukti-bukti yang menunjukkan adanya kaitan antara infeksi T. vaginalis dengan pecahnya ketuban sebelum waktunya, maka metronidazol dapat diberikan dengan dosis efektif yang paling rendah pada trimester kedua dan ketiga.(4)
Infeksi Pada Neonatus
Bayi dengan trikomoniasis simtomatik atau dengan kolonisasi T. vaginalis melewati umur 4 bulan, harus diobati dengan metronidazol 5 mg/kgBB/oral, 3 x sehari selama 5 hari.
Prognosis
Umumnya baik, Sembilan puluh lima persen penderita yang diobati sembuh.
Jangan melakukan hubungan seksual selama pengobatan dan sebelum dinyatakan sembuh.
Hindari pemakaian barang-barang yang mudah menimbulkan transmisi



2.8 Faktor Risiko Trikomoniasis
·         Jumlah pasangan seksual selama hidupnya
·         Pasangan seksual saat ini
·         Tidak memakai kondom saat berhubungan seksual
·         Memakai kontarsepsi oral (pil KB) dan IUD
2.9 Cara Penyebaran Trikomoniasis
 Parasit ini menyebar melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terkena trikomoniasis. Trikomoniasis menyerang (uretra) saluran kemih pada pria namun biasanya tanpa gejala. Sedangkan pada wanita, trikomoniasis lebih sering menyerang vagina. Resiko untuk terkena penyakit ini tergantung aktivitas seksual orang tersebut.
















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Trikomoniasis adalah infeksi saluran urogenital yang dapat bersifat akut atau kronik dan disebabkan oleh infeksi protozoa Trichomonas vaginalis yang ditularkan melalui hubungan seksual dan dapat juga melalui pakaian, handuk, atau karena berenang. Oleh karena itu trikomoniasis ini terutama ditemukan pada orang dengan aktivitas seksual yang tinggi. Trikomonisis dapat mengenai wanita maupun pria, tapi pada pria pada umumnya tanpa gejala.
Tidak semua penderita mengeluh adanya duh tubuh vaginal, sehingga pernyataan bahwa trikomoniasis pada wanita harus selalu disertai duh tubuh vaginal merupakan hal yang tidak benar. Sehingga dengan menemukan gejala klinis saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis, perlu pemeriksaan pemeriksaan laboratorium seperti sedian langsung, maupun tidak langsung dengan biakan.
Gejala klinis trikomoniasis juga serupa dengan gejala penyakit yang lain sehingga perlu diagnosis banding dengan penyakit kandidiasis vaginalis, vaginitis, infeksi gonokokus, uretritis nongonokokus, dan vaginosis bakterialis.
Pengobatan trikomoniasis dapat lokal maupun sistemik. Obat yang sering digunakan tergolong derivat nitromidazol. Yang paling penting untuk mencapai keberhasilan dalam pengobatan adalah pasangan seksual juga perlu diobati, menganjurkan penderita untuk menghindari hubungan seksual selama pengobatan dan menghindari penggunaan barang bersama. Prognosis trikomoniasis pada umumnya baik bila diobati dengan benar.






Rabu, 01 April 2015

Makalah Epidemiologi GAKY

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah hal baru, namun masalah ini tetap aktual  terutama di negara-negara berkembang  seperti halnya Indonesia.Kehidupan manusia tak dapat dipisahkan dari masalah kekurangan konsumsi pangan , sehingga kita sering menemukan ketidak mampuan masyarakat dalam hal pengelolaan makanan yang baik sesuai dengan standar gizi kesehatan.
Salah satu upaya yang mempunyai dampak cukup penting terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah peningkatan status gizi yang merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja.
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) khususnya Gondok telah lama dikenal di Indonesia.Hal ini terlihat dari adanya patung-patung tokoh pewayangan yang ditampilkan dengan leher yang membesar karena Gondok.Tidak hanya dalam pewayangan dalam kehidupan nyatapun di beberapa daerah dengan mudah dapat di jumpai penderita Gondok.
GAKY merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain ; Gondok, Kretenisme, Reterdasi Mental dll.
Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa pengaruh/dampak GAKY begitu luas, sejak masih dalam kandungan, setelah lahir sampai dewasa. Yang sangat mengkhawatirkan akibatnya pada susunan syaraf pusat, karena akan bepengaruh pada kecerdasan dan perkembangan sosial masyarakat dikemudian hari
B.       RUMUSAN MASALAH
Dengan  melihat latar belakang yang telah diuraikan di atas tentang masalah kekurangan konsumsi pangan yang merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu membahas tentang Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).

C.      TUJUAN
1.    Mengetahui berbagai definisi yang berhubungan dengan GAKY
2.    Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan masalah GAKY
3.    Mengetahui jumlah kebutuhan iodium yang dianjurkan setiap hari
4.    Mengetahui macam-macam gangguan akibat GAKY
5.    Mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap GAKY

D.      MANFAAT
1.    Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemberian garam beryodium
2.    Menambah pengetahuan tentang berbagai penyakit gangguan akibat kekurangan yodium
3.    Menambah pengetahuan berbagai penyebab gangguan akibat kekurangan yodium
4.    Sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah Gizi dan Terapi Diet
5.    Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dan pihak-pihak lain yang akan melakukan penyusunan makalah dengan topic yang sama 























BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Definisi
Gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang mempunyai nilai sangat penting untuk dikonsumsi oleh tubuh.
Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah maupun di air. Yodium merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Yodium diperlukan tubuh dalam pembentukan hormon tiroksin  untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai dewasa.
Garam Beryodium adalah suatu garam yang telah diperkaya dengan KIO3 (Kalium Iodat) sebanyak 30-8- ppm.
GAKY merupakan suatu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan Yodium, akibat kekurangan Yodium  ini dapat menimbulkan penyakit, salah satu yang sering kita kenal dan ditemui dimasyarakat adalah Gondok.

2.2.    Ekologi Kekurangan Yodium
Sebagian besar yodium berada di samudera / lautan, karena yodium (melalui pencairan salju dan hujan) pada permukaan tanah, kemudian dibawa oleh angin, aliran sungai, dan banjir ke laut. Kondisi ini, terutama di daerah yang bergunung-gunung di seluruh dunia, walau dapat juga terjadi di lembah sungai.
Yodium yang berada di tanah dan lautan dalam bentuk yodida. Ion yodida dioksidasi oleh sinar matahari menjadi elemen yodium yang sangat mudah menguap, sehingga setiap tahun kira-kira 400.000 ton yodium hilang dari permukaan laut. Kadar yodium dalam air laut kira-kira 50 mikrogram/liter, di udara kira-kira 0,7 mikrogram/meter kubik.
Yodium yang berada dalam atmosfer akan kembali ke tanah melalui hujan, dengan kadar dalam rentang 1,8 - 8,5 mikrogram/liter. Siklus yodium tersebut terus berlangsung selama ini.
Kembalinya yodium ke tanah sangat lambat dan dalam jumlah sedikit dibandingkan saat lepasnya. Proses ini akan berulang terus menerus sehingga tanah yang kekurangan yodium tersebut akan terus berkurang kadar yodiumnya.
Di sini tidak ada koreksi alamiah, dan defisiensi yodium akan menetap. Akibatnya, populasi manusia dan hewan di daerah tersebut yang sepenuhnya tergantung pada makanan yang tumbuh di daerah tersebut akan menjadi kekurangan yodium.

2.3.  Etiologi dan Patogenesis
Faktor – Faktor yang berhubungan dengan masalah GAKY antara lain :
1. Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium Excess
Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya (Djokomoeldjanto, 1994).
Hal ini dibuktikan oleh Marine dan Kimbell (1921) dengan pemberian iodium pada anak usia sekolah di Akron (Ohio) dapat menurunkan gradasi pembesaran kelenjar tiroid. Temuan lain oleh Dunn dan Van der Haal (1990) di Desa Jixian, Propinsi Heilongjian (Cina) dimana pemberian iodium antara tahun 1978 dan 1986 dapat menurunkan prevalensi gondok secara drastic dari 80 % (1978) menjadi 4,5 % (1986).
2. Faktor Geografis dan Non Geografis
Menurut Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya dengan letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan.
Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabenenya merupakan daerah yang miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik iodium (Soegianto, 1996 dalam Koeswo, 1997).

3. Faktor Bahan Pangan Goiterogenik
Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya gondok, namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan. Salah satunya adalah bahan pangan yang bersifat goiterogenik (Djokomoeldjanto, 1974). Williams (1974) dari hasil risetnya mengatakan bahwa zat goiterogenik dalam bahan makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna, karena zat goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang telah masuk ke dalam tubuh.
Goiterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain itu, zat goiterogenik dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke bentuk organik sehingga pembentukan hormon tiroksin terhambat (Linder, 1992).
    4. Faktor Zat Gizi Lain
Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap pembentukan hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap transportasi hormon. Baik T3 maupun T4 terikat oleh protein dalam serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan bebas. Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan T4 bebas, dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.

2.4. Gejala
Gejala yang sering tampak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan , seperti :
·      Reterdasi mental
·      Gangguan pendengaran
·      Gangguan bicara
·      Hipertiroid (Pembesaran Kelenjar Tiroid/Gondok)
·      Kretinisme biasanya pada anak-anak

2.5.  Klasifikasi
1.    Grade 0 : Normal
Dengan inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal, dan dengan palpasi tidak teraba.
2.    Grade IA
Kelenjar Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah maksimal, dan palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.
3.    Grade IB
Kelenjar Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat dengan tengadah maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IA.
4.    Grade II
Kelenjar Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IB.
5.    Grade III
Kelenjar Gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau lebih. 

2.7. Macam-macam Gangguan Akibat GAKY
1.    Pada Fetus
-       Abortus
-       Steel Birth
-       Kelainan Kematian Perinatal
-       Kretin Neuroligi
-       Kretin Myxedematosa
-       Defek Psikomotor
2.    Pada Neonatal
-       Hipotiroid
-       Gondok Neonatal
3.    Pada  Anak dan Remaja
-       Juvenile Hipothyroidesm
-       Gondok Gangguan Fungsi Mental
-       Gangguan Perkembangan Fisik
-       Kretin Myxedematosa dan Neurologi
4.    Pada Dewasa
-       Gondok dan segala Komplikasinya
-       Hipotiroid
-       Gangguan Fungsi Mental



2.7.  Dosis Pemberian Kapsul Yodium
1.    Anak SD (daerah endemik berat) : 1 kapsul/tahun
2.    Daerah endemik sedang dan berat :
-       Wanita Usia Subur Wus    : 2 Kapsul/tahun @ 200 mg
-       Ibu hamil                         : 1 Kapsul /tahun
-       Ibu Menuyusui                 : 1 Kapsul selama menyusui
Mengingat dalam garam beryodium terdapat unsure natriun, maka konsumsi garam beryodium harus dibatasi. Kelebihan mengkonsumsi natrium dapat memicu timbulnya Stroke yaitu pecahnya pembuluh darah pada otak yang dapat  menyebabkan kematian.  

2.8.  Kebutuhan Yodium
Menurut Hetzel (1989) dalam keadaan normal intake harian untuk orang dewasa berkisar 100 – 150 mg perhari.  Iodium diekskresikan melalui urin dan dinyatakan dalam mg I/g kreatinin.  Pada tingkat ekskresi lebih kecil daro 50 mg/g kreatinin sudah menjadi indikator kekurangan intake.  Konsumsi iodium sangat bervariasi antar berbagai wilayah di dunia, diperkirakan sekitar 500 mg per hari di USA (sekitar 5 kali RDA).  Adapun kecukupan iodium yang dianjurkan untuk orang Indonesia antara lain : 
1.    Bayi (12 bulan pertama) 50 mikrogram/hari
2.    Anak (usia 2-6 tahun) 90 mikrogram/hari
3.    Anak usia sekolah (usia 7-12 tahun) 120 mikrogram/hari
4.    Dewasa (diatas usia 12 tahun) 150 mikrogram/hari
5.    Ibu hamil 175 mikrogram/hari
6.    Ibu menyusui 200 mikrogram/hari
Khusus bagi kelompok ibu hamil tambahan tersebut sebagian dapat dipergunakan untuk keperluan aktivitas kelenjar tiroid dan sebagiannya lagi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin khususnya perkembangan otak.  Bagi ibu hamil yang mengkonsumsi iodium tidak mencukupi  kebutuhan maka bayi atau janin yang dikandung akan mengalami gangguan perkembangan otak (berat otak berkurang), gangguan perkembangan fetus dan pasca lahir, kematian perinatal (abortus) meningkat, kemudian setelah bayi dilahirkan mempunyai berat lahir rendah (BBLR) dan terdapat gangguan pertumbuhan tengkorak serta perkembangan skelet, sedangkan bagi tubuh ibu hamil akan mengalami gangguan aktivitas kelenjar tiroid.  Pada kondisi ini tubuh akan mengalami penyesuaian yang pada akhirnya akan mengalami pembesaran kelenjar tiroid yang dikenal dengan sebutan gondok (Djokomoeldjanto, 1993 dan WHO, 1994).           

2.9. Permasalahan, Pemecahan masalah,dan Penanggulangan
A. Permasalahan
1.    Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan garam beryodium
2.    Masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan manfaat garam beryodium
3.    Garam Non Yodium masih banyak beredar ditengah masyarakat.
4.    Adanya perbedaan harga yang relatif besar antara garam yang beryodium dengan garam non yodium.
5.    Pengawasan mutu garam yodium belum dilaksanakan secara menyeluruh dan terus menerus serta belum adanya sangsi tegas bagi produksi garam non yodium.
6.    Pendistribusian garam beryidium masih belum merata terutama untuk daerah-daerah terpencil.

B. Pemecahan Masalah
1.    Peningkatan penyuluhan secara berkala tentang manfaat garam beryodium di masyarakat.
2.    Adanya pengawasan mutu terhadap produksi garam beryodium oleh instansi terkait.
3.    Meningkatkan kerjasama lintas sektoral tentang perlunya penggunaan garam beryodium dalam rumah tangga.
4.    Pemberitahuan kepada masyarakat oleh petugas kesehatan tentang cara pengolahan makanan yang mengandung yodium.
5.    Pendristribusian garam-garam beryodium ke daerah terpencil secara merata  oleh instansi terkait dalam hal ini dinas perindustrian.
6.    Melakukan pelacakan kasus dan survey desa bermasalah secara cepat jika ditemukan kasus Gondok.

C. Penanggulangan
1.    Memberikan kapsul Yodium bagi ibu hamil terutama daerah endemik gondok.
2.    Penyuluhan tentang Yodium secara kontinue.
3.    Kerjasama Lintas sektoral tentang pembagian garam yodium secara gratis di daerah endemik gondok.
4.    Peningkatan konsumsi bahan pangan yang mengandung yodium seperti sayuran dan ikan laut.
5.    Cek up secara teratur bagi penderita gondok jika mempunyai permasalahan dengan pembesaran kelenjar tiroid.
6.    Pemberian suntikan larutan minyak beryodium kepada penderita kekurangan yodium.

D.  Pangan Sumber Iodium
Iodium dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan dan kandungannya berbeda-beda tergantung asal jenis pangan tersebut dihasilkan.  Kandungan iodium   pada buah dan sayur tergantung pada jenis tanah. Kandungan iodium pada jaringan hewan serta produk susu tergantung pada kandungan iodium pada pakan ternaknya. Pangan asal laut merupakan sumber iodium alamiah.  Sumber lain iodium adalah garam dan air yang difortifikasi  (Muchtadi. dkk, 1992).  Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sauberlich, (1999) bahwa makanan laut dan ganggang laut adalah sumber iodium yang paling baik.  Penggunaan garam beriodium di Amerika Serikat diberikan sebagai sumber iodium penting.  Di  USA konsumsi garam beriodium per hari per orang mendekati 10 – 12 gram dimana garam tersebut mengandung 76  mg iodium per gram.
Soehardjo (1990) mengatakan bahwa dengan mengkonsumsi pangan yang kaya iodium dapat menekan atau bahkan mengurangi besarnya prevalensi gondok.  Berikut Gibson (1990) menyebutkan rata-rata kandungan iodium dalam bahan makanan  antara lain : Ikan Tawar  30  mg; Ikan Laut   832 mg; Kerang 798 mg; Daging 50 mg; Susu 47 mg; Telur 93 mg; Gandum 47 mg; Buah-buahan 18 mg; Kacang-kacangan  30 mg dan Sayuran 29 mg.

 E. Konsumsi Pangan Sumber Iodium
Konsumsi pangan merupakan faktor utama  untuk memenuhi kebutuhan gizi   seseorang (Harper, Deaton and Driskel, 1985).  Dengan demikian diharapkan  untuk mengkonsumsi pangan yang beraneka ragam sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh kerja tubuh.  
Di negara-negara berkembang  konsumsi  iodium paling banyak diperoleh  dari makanan yang berasal dari laut  mengingat air laut mengandung iodium  cukup tinggi.  Menurut Nurlaila, dkk (1997) rumput laut dapat digunakan sebagai bahan subtitusi dalam pengembangan produk sumber iodium antara lain barupa 1) kelompok produk makanan selingan / makanan jajanan ; 2) kelompok produk lauk-pauk ; 3) kelompok produk sayur-sayuran.

F. Penilaian Masalah Gaky Di Indonesia
Hasil survei nasional membuktikan bahwa status GAKY di sebagian besar daerah di Indonesia membaik secara nyata. Kriteria diatas didasarkan atas TGR anak sekolah, namun TGR wanita hamil selalu lebih tinggi. TGR anak sekolah yang baik (non-endemik / ringan) belum menjamin bahwa wanita hamil di daerah tersebut bebas dari rawan GAKY, untuk ini diperlukan tolok ukur tambahan. Di daerah lain ( Maluku, NTB, NTT dsb) masih termasuk endemi berat. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan gondok ini, tetapi faktor utama masih tetap defisiensi yodium.

G. Total Goiter Rate (TGR)
Adalah Angka prevalensi gondok yang dihitung berdasarkan semua stadium pembesaran kelenjar gondok, baik yang teraba (palpable) maupun yang terlihat (visible). TGR digunakan untuk menentukan tingkat endemisitas GAKY.
TGR anak sekolah untuk tingkat nasional tahun 1996/1998 adalah 9.8% sedangkan tahun 2003 adalah 11.1%. Propinsi dengan TGR tertinggi tahun 1996/1998 maupun tahun 2003 adalah Maluku yaitu 33.39% dan 31.6%. Propinsi dengan TGR yang terendah tahun 1996/1998 adalah Riau yaitu 1.1% sedangkan tahun 2003 Sulawesi Utara yaitu 0.7%. Intensitas dari kekurangan yodium dapat dilihat dari pembesaran kelenjar gondok.
Hubungan TGR Anak Sekolah dengan Konsumsi Garam Beriodium Rumah Tangga Hubungan antara TGR dan proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium dalam suatu daerah adalah negatip, berarti semakin tinggi proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium semakin rendah TGR.
Indikator TGR telah sejak lama digunakan di Indonesia dalam survei maupun sebagai dasar penetapan kebijakan program penanggulangan GAKY. TGR tidak menunjukkan penurunan dalam 1998-2003 walaupun dilaksanakan program penanggulangan intensif. Masalah yang sering dijumpai pada palpasi kelenjar tiroid adalah inter-observervariation (variasi antar palpator) demikian juga nilai sensitivitas dan spesifisitas. Sebagian pakar dan lembaga yang kompeten di bidang GAKY yang tidak lagi merekomendasikan penggunaan indikator TGR untuk memantau kemajuan eliminasi GAKY.






































BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
1.     Iodium merupakan salah satu unsur mineral mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh walaupun dalam jumlah yang relative kecil.  Namun apabila diabaikan dapat menimbulkan efek atau dampak yang cukup berpengaruh dalam kehidupan  semua orang.
2.    GAKY merupakan masalah gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit gangguan seperti Gondok, kreatinisme dan keterlambatan pertumbuhan dan kecerdasan.
3.    Dampak GAKY terhadap permasalahan di lingkungan masyarakat :
-       Pengaruh GAKY terhadap Kelangsungan Hidup.
-       Pengaruh GAKY terhadap Perkembangan Intelegensia.
-       Pengaruh GAKY terhadap Perkembangan Sosial.
-       Pengaruh GAKY terhadap Perkembangan Ekonomi
4.    Dosis pemberian yodium adalah sebagai berikut :
a.    Anak SD (daerah Endemik Berat) : 1 kapsul/tahun
b.    Daerah endemik   Sedang dan Berat : 
-       Wanita Usia Subur (WUS) : 2 kapsul/tahun @ 200 mg
-       Ibu Hamil  : 1 kapsul/tahun
-       Ibu Menyusui : 1 kapsul/tahun
5.      Penanggulangan yang paling baik untuk gangguan akibat kekurangan yodium adalah dengan pencegahan, salah satunya dengan penyebaran informasi tentang pentingnya mengkonsumsi garam beryodium, pemberian kapsul pertahun pada masyarakat yang terkena penyakit Gondok
6.      Kebutuhan Yodium orang dewasa diperkirakan 150 mikrogram/hari, bagi wanita hamil sekitar 75 mikrogram/ hari dan kebutuhan Yodium bagi ibu menyusui mencapai 200 mikrogram/hari.

B.       SARAN
1.    Diharapkan adanya peran serta aktif masyarakat dalam menggunakan garam yodium.
2.    Diharapkan adanya penyebaran informasi tentang pentingnya garam beryodium oleh tenaga kesehatan kapada masyarakat.
3.    Peran aktif mahasiswa dalam pelaksanaan program yodiumnisasi















DAFTAR PUSTAKA

1.      Notoatmodjo Soekidjo,Prof.Dr, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta,Jakarta 1996
2.      Lisdiana, Ir, Waspada Terhadap Kelebihan dan Kekurangan Gizi, Trubus Agriwidaya, Bandar Lampung 1998
3.      Sr.Alfonsine C.B, B.Sc, Pengantar Ilmu Gizi, Intan, Jakarta 1984
4.      DEPKES RI,Gangguan Akibat Kekurangan Yodium, Jakarta 1996
5.      Lisdiana, Ir, Waspada Terhadap Kelebihan dan Kekurangan Gizi, Trubus Agriwidaya, Bandar Lampung 1998
6.      Nyoman I Dewa  dkk, Penilaian Status Gizi,EGC Jakarta 2002.